Apa Itu Etiket Biru Skincare? Paling Viral di Bahas Para Dokter!

Topik tentang apa itu etiket biru dalam skincare  sedang hangat. Hal ini beriringan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat tentang kebutuhan, kesesuaian, dan keamanan penggunaan produk perawatan kulit. Apa relevansi topik tersebut dengan huru hara yang terjadi? Simak uraian tentang pengertian dari etiket biru dalam industri skincare, kegunaan, serta bahaya yang menyertai!

Apa Itu Krim Etiket Biru dalam Skincare?

Sejatinya, bagi yang sudah berkecimpung lama—bahkan menjadi expert di industri skincare, istilah krim etiket biru bukan hal yang baru. Hanya saja, untuk masyarakat awam, label tersebut baru dikenal secara luas. Etiket biru sendiri merujuk pada label produk perawatan kulit berisi obat-obat berbahan aktif (dan tergolong keras) sesuai resep dokter.

Skincare tersebut tidak diformulasikan sendiri oleh dokter, melainkan apoteker sesuai resep yang diberikan. Istilah populer dari krim etiket biru adalah ‘krim racikan dokter’. Berdasarkan regulasi yang berlaku, krim etiket biru hanya bisa didapatkan setelah konsultasi dan pemeriksaan oleh dokter, tidak diperjualbelikan secara bebas. 

Mengapa? Sebab, di dalamnya terdapat bahan-bahan yang berpotensi menimbulkan efek samping bila penggunaan tidak sesuai diagnosis kondisi kulit pasien. Jadi, jika ada penjual skincare yang menawarkan produk etiket biru secara terbuka tanpa konsultasi dengan dokter, artinya produk tersebut menyalahi aturan dan tidak aman untuk kulit.

Produk skincare etiket biru sendiri harus memenuhi karakteristik-karakteristik berikut untuk dapat sampai ke tangan konsumen.

Verifikasi Keamanan dan Kualitas

Produk skincare dengan label etiket biru telah memenuhi standar kualitas dan keamanan dari badan regulasi kosmetik, misalnya BPOM atau FDA. Namun, standar yang diikuti berdasarkan kebutuhan perseorangan, bukan standar produksi massal. Sebab, standar keduanya berbeda dan etiket biru tidak dibenarkan untuk kebutuhan produksi umum. 

Bebas Bahan Berbahaya

Etiket biru menandakan bahwa produk tersebut tidak mengandung bahan berbahaya seperti merkuri, paraben, atau sulfat. Bahan-bahan tersebut memberikan efek memutihkan kulit dengan cepat, tapi dalam jangka panjang dan dosis tertentu mengakibatkan kerusakan jaringan serius hingga memicu sel kanker.

Uji Dermatologis

Produk perawatan kulit dengan etiket biru biasanya telah diuji secara dermatologis untuk memastikan bahwa mereka cocok untuk masing-masing jenis kulit, mulai dari normal, kering, sensitif, dan berminyak. Penggunanya memang harus sesuai dengan peresepan racikan tersebut. Jika salah jenis kulit, dapat menyebabkan breakout parah.

Apa Saja Kegunaan Etiket Biru dalam Dunia Skincare?

Pengertian dari apa itu etiket biru berikut karakteristiknya membuat skincare dengan label tersebut memiliki banyak fungsi dalam industri kecantikan, antara lain.

  • Mengatasi jerawat dan peradangan: Skincare etiket biru seringkali mengandung bahan aktif seperti retinoid atau antibiotik yang efektif melawan jerawat, dengan dosis lebih tinggi dari produk umum di pasaran.
  • Mencerahkan kulit: Beberapa krim etiket biru mengandung bahan pencerah yang membantu memudarkan flek hitam dan hiperpigmentasi, tapi dosisnya perlu kontrol ketat karena dapat berubah jadi racun jika melebihi ambang batas.
  • Mengatasi masalah kulit spesifik: Krim etiket biru dapat diformulasi khusus oleh dokter sesuai kondisi unik pasien yang tidak dapat diatasi oleh krim umum.
  • Anti-aging: Beberapa bahan aktif dalam krim etiket biru dapat membantu mengurangi tanda-tanda penuaan seperti kerutan dan garis halus.

Bahaya Penggunaan Skincare Etiket Biru Tanpa Resep Dokter

Mengapa produk skincare dengan etiket biru tidak boleh diperjualbelikan secara bebas? Jawabannya karena beberapa faktor pertimbangkan di bawah ini.

Menyebabkan Efek Samping yang Serius

Kandungan bahan aktif dalam etiket biru merupakan obat-obatan yang cukup keras sehingga takarannya harus pas. Bila produksi dan penggunaannya sembarangan, bisa menyebabkan:

  • Iritasi dan peradangan yang ditandai perubahan warna kulit jadi merah, muncul rasa gatal, mengelupas, dan pembengkakan. Jika wajahmu sejak awal sudah berjerawat, peradangan yang terjadi bisa semakin parah.
  • Terjadi penipisan kulit akibat pengkisian lapisan terluar kulit (skin barrier). Ini menyebabkan kulit kamu jadi lebih sensitif, terutama saat terpapar sinar UV akan terasa terbakar.
  • Mengalami gangguan pigmentasi, di mana warna kulit jadi tidak merata, hingga kondisi yang disebut ochronosis; kulit berubah keabuan atau kehitaman.
  • Meningkatkan risiko kanker kulit melalui penggunaan zat-zat keras dan adiktif yang melebihi dosis, apalagi jika digunakan dalam jangka panjang.

Penyalahgunaan Bahan Aktif

Beberapa produk dengan etiket biru mengandung bahan aktif seperti retinol, asam salisilat, hingga hidrokuinon yang semestinya dipakai secara hari-hati sesuai resep deokter. Penggunaan asal bisa memperburuk kondisi kulit kamu hingga mengalami kerusakan jaringan sel yang tidak dapat beregenerasi kembali. Kamu harus bersiap menghadapi kemungkinan penuaan dini dan kanker kulit.

Supaya tidak tertipu oleh skincare etiket biru abal-abal, kenali beberapa ciri khasnya berikut.

  • Kemasan sederhana: Biasanya dikemas dalam wadah polos seperti pot atau botol bening dengan label berwarna biru, bahannya bisa plastik atau kaca.
  • Label informasi minimal: Informasi pada label umumnya hanya mencakup nama pasien, nama dokter, komposisi racikan, tanggal pembuatan, dan cara penggunaan. Tidak tertera komposisi secara mendetail karena sudah tertulis pada resep.
  • Tidak dijual bebas: Skincare etiket biru tidak tersedia di toko kosmetik atau apotik umum, hanya bisa kamu dapatkan di klinik dokter kecantikan.

Berdasarkan penjabaran apa itu etiket biru di atas, dapat disimpulkan bahwa produk perawatan kulit dengan label tersebut memang menjanjikan hasil cepat dan efektif. Namun, hanya jika penggunaannya sesuai racikan dan pengawasan dokter ahli. Yuk, jadi konsumen cerdas dengan tidak langsung tergoda membeli produk skincare hanya dengan embel-embel label ‘racikan dokter’!

Share this post:
Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Telegram